Brilio.net – Mengamati bintang biasanya hanya dilakukan sesekali oleh sebagian orang, namun tidak bagi mereka para ‘stargazer’ yang memiliki antusiasme terhadap pemandangan langit malam. Bagaimana tidak, disaat orang lebih senang menikmati tempat-tempat di kota yang bercahaya terang, justru para stargazer ini malah mencari tempat yang gelap dan jauh dari perkotaan. Inilah yang dilakukan oleh Mutoha Arkanuddin salah seorang tokoh astronom amatir yang begitu cinta dengan bintang-bintang.
Ulang tahun ke-58 Mutoha Arkanuddin minggu ini menandai 50 tahun kisah cinta seumur hidup Mutoha Arkanuddin dengan kosmos. Minat Mutoha mengamati bintang dimulai pada usia 8 tahun saat masih duduk di kelas 2 SD. Ia juga terobsesi dengan cerita-cerita tentang UFO. Setiap diajak keluarganya mengunjungi desa kelahiran orangtuanya dia selalu sangat antusias sebab bakal bisa menikmati taburan bintang yang sangat banyak, berbeda dengan tempatnya tinggal yang berada di perkotaan. Ia juga sering kedapatan tertidur di luar rumah bahkan di atap genteng karena keseringan mengamati bintang sambil tiduran menggunakan tikar di luar. Sejak kelas 4 SD berbekal kalender Almanak Menara Kudus yang tergantung di rumahnya Mutoha sering mengajak teman-temannya untuk mengamati peristiwa Gerhana Bulan maupun Gerhana Matahari menggunakan peralatan seadanya. “Ya waktu itu untuk mengetahui info gerhana tidak seperti sekarang termasuk peralatannya. Untuk mengamati Gerhana Matahari saya gunakan pecahan kaca riben yang ditumpuk kadang pakai kaca bening yang saya beri jelaga” jelasnya.
Peristiwa Gerhana Matahari 11 Juni 1983 adalah peristiwa paling bersejarah baginya karena mungkin di kotanya ia adalah satu diantara segelintir orang yang dapat menyaksikan langsung dengan mata telanjang saat totalitas gerhana terjadi. Bagaimana tidak, pemerintah waktu itu melarang orang-orang keluar rumah selama gerhana terjadi, bahkan diberlakukan jam malam dan jalanan dijaga polisi dan tentara. “Wow indah dan takjub sekali waktu itu, itu pertama kali saya melihat peristiwa Gerhana Matahari Total. Tidak hanya itu ada suasana seram karena suasana di luar sangat lenggang tak ada seorangpun berani keluar rumah karena takut buta katanya” jelasnya kepada brilio.net, Kamis (3/10).
Sekarang di usianya yang ke-58 Mutoha bapak dari 3 anak dengan seorang istri ini telah memiliki sebuah observatorium yang ia beri nama Griya Antariksa. Di observatorium ini terdapat puluhan teleskop dan peralatan astronomi di dalamnya. Sederetan tanda penghargaan, souvenir dan plakat dari berbagai lembaga nampak berderet di lemari kaca. Di sela wawancaranya ia juga bercerita bagaimana manusia dulu sejak pertama kali berjalan di planet ini telah telah melayangkan pandangannya mengamati bintang-bintang dengan berusaha memahaminya. Namun kebanyakan dari kita menatap bintang di langit hanya sekedar menatap tanpa pernah memahami apa yang dilihat. Mutoha senang mengenalkan bintang-bintang dan rasi-rasi kepada orang-orang terutama anak-anak.
“Saya senang dan ada rasa puas saat melihat ekspresi mereka ketika mengitip melalui teleskop apalagi saat berteriak WAW iya karena mereka belum pernah melihat sebelumnya” katanya. “Mengamati bintang dan menjadi astronom amatir adalah hobi yang sangat bagus bagi anak-anak karena ia akan selalu mengingatkan kita pada kebesaran sang pencipta.” Astronomi adalah hobi yang dapat dilakukan oleh siapa saja bahkan tanpa uang sepeserpun cukup dengan sepasang mata yang kita miliki.
Mutoha juga menyenangi dunia peroketan. Sejak kecil selalu tertarik dengan prinsip kerja “petasan” yang bisa terbang. Semenjak itu ia mulai belajar bagaimana cara membuat bahan bakar mercon tersebut hingga pada usia SMA ia sudah bisa meluncurkan roket pertamanya dari hasil eksperimennnya. Deman roket air juga membuat ia berpikir serius mengembangkan alat peluncur roket yang terbuat dari botol bekas tersebut. Alhasil hingga kini ratusan peluncur roket air telah ia jual ke berbagai kalangan terutama sekolah-sekolah. “Ya salah satu hobi saya adalah roket terutama roket air dan saya telah mengembangkannya dan mengajarkannya kepada anak-anak sekolah cukup lama mulai sekitar tahun 2000-an” katanya.
Dari hasil keseriusanya tersebut Mutoha telah berhasil membawa anak didiknya untuk mengikuti Kompetisi Roket Air baik tingkat Nasional maupun Internasional di Singapura pada tahun 2012. Ia juga memproduksi peralatan dan perlengkapan peluncur roket air di rumahnya dan masih aktif mengajar kegiatan ekstra kurikuler astronomi dan roket di sekolah-sekolah.
Selama bertahun-tahun Mutoha telah berinfestasi besar pada observatoriumnya termasuk peralatan dan bangunan yang ia buat. Bangunan berlantai 4 itu ia hanya tempati lantai paling bawah untuk keluarga dan selebihnya ia gunakan untuk tempat galeri peralatan, ruang pembelajaran, ruang penginapan dan anjungan pengamatan termasuk 2 dome observatorium. Mutoha juga memiliki banyak koleksi peralatan astronomi kuno seperti astrolabe, rubuk mujayyab, sextan termasuk koleksi buku-buku astronomi yang bisa dipakai dan dibaca siapa saja yang berkunjung.
Mutoha tidak pernah mendapatkan pendidikan astronomi secara formal kecuali mata kuliah Astronomi sewaktu mengenyam pendidikan di Prodi Pendidikan Fisika IKIP Yogyakarta kala itu. Pengetahuannya tentang astronomi ia dapatkan melalui membaca buku, internet, meneliti dan berguru pada orang-orang yang ahli serta berkunjung ke planetarium dan observatorium. “Al ilmu nurun. ilmu itu meniru alias ada nasab atau sumbernya gak boleh ngarang-ngarang,” guraunya.
Griya Antariksa yang ia kelola telah menjadi salah satu destinasi Edu Wisata di Yogyakarta yang sering dikunjungi oleh para siswa, mahasiswa dan masyarakat umum. Program kunjungan berdurasi sekitar 1 jam dimulai dengan menyaksikan film planetarium dilanjutkan mengunjungi galeri peralatan, pengamatan benda langit melalui teleskop dan diakhiri dengan demo peluncuran roket air. Dana yang diperoleh dari hasil kunjungan ia gunakan kembali untuk menambah koleksi peralatan dan perlengkapannya. “Semua berawal dari mimpi”, katanya.
Kecuali rajin melayani sendiri para pengunjung, Mutoha juga dibantu oleh beberapa komunitas yang bermarkas di Griya Antariksa, sebut saja Jogja Astro Club (JAC), Indonesia Islamic Astronomy Club (IIAC) Wilayah Yogyakarta dan Rukyatul Hilal Indonesia (RHI). Mereka mendapatkan fasilitas akses bebas menggunakan semua peralatan yang ada. Mengenal lebih jauh silahkan kunjungi : https://griyaantariksa.com
(brl/swh)
Sumber: https://brilio.net